Assalammu'alaikum Wr Wb Selamat Datang dan Selamat Membaca Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain

Jumat, 05 Oktober 2012

Di Sebuah Kios Buku Loakan ….


Di sebuah sudut kios  buku loakan
3 buah buku
(buku pelajaran kumal, buku komik  Tua dan sebuah kitab suci)
tengah bercakap tentang sejarah dan masa depan mereka
………………………………..
Buku pelajaran kumal:
1349369192254283511
Dulu saat pertama terbit…. Tubuhku bersih dan indah
Aku dibaca oleh tiga generasi dari sang ibu, anak hingga cucu
Aku bangga dapat membuat mereka pintar
Meski kini tubuhku kumal dan kusam

Buku komik Tua:
13493699372071567418
Dulu pun aku buku yang bagus
Cover-ku berwarna warni….
Isi ku penuh dengan hikmah dan pelajaran hidup
Meski kini aku sudah telanjang tanpa Cover
Aku bangga ….
Keluarga yang membacaku hampir mengikuti pelajaran hidup itu………
Kalau kamu kitab suci, apa ceritamu?
Pasti ceritamu menyenangkan ….

Kitab Suci:
1349370133982616100
Usiaku mungkin sama dengan kalian
Bedanya tubuhku tetap bagus…mengkilat
Bahkan masih terbungkus plastic rapi…..
Aku pun telah menemani 3 generasi sebuah keluarga
Buku Pelajaran Kumal:
Lalu kenapa kamu sedih?
Kitab Suci:
Aku tetap terlihat bersih karena
Aku hanya dipakai sebagai MAS KAWIN mereka hingga 3 keturunan
Tanpa pernah dibaca sedikit pun setelahnya
Padahal aku adalah wakil -Nya
Di mana ayat-ayat-Nya ada dalam diriku
Sungguh aku tak bangga dengan diriku diperlakukan seperti ini ….
……………………………………………
…………………………………………..
Bagaimana dengan Nasib Kitab Suci di rumah kita?
…………………………………..
Poentjakgoenoeng, 04-10-2012

»»  Baca Selengkapnya...

Kamis, 04 Oktober 2012

Tuhan Sembilan Senti

TUHAN SEMBILAN SENTI
26 03 2010

Taufik Ismail
Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,

tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,

Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
hansip-bintara-
perwira nongkrong merokok,
di perkebunan pemetik buah kopi merokok,
di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im
sangat ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok,
di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok,
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya
apakah ada buku tuntunan cara merokok,

Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk
orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok,
sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok,

Negeri kita ini sungguh nirwana
kayangan para dewa-dewa bagi perokok,
tapi tempat cobaan sangat berat
bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di pasar orang merokok,
di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran di toko buku orang merokok,
di kafe di diskotik para pengunjung merokok,

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter
tak tertahankan asap rokok,
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun
menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut
dan hidungnya mirip asbak rokok,

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul
saling menularkan HIV-AIDS sesamanya,
tapi kita tidak ketularan penyakitnya.
Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya
mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus,
kita ketularan penyakitnya.
Nikotin lebih jahat penularannya
ketimbang HIV-AIDS,

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia,
dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu,
Bisa ketularan kena,

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
di ruang tunggu dokter pasien merokok,
dan ada juga dokter-dokter merokok,

Istirahat main tenis orang merokok,
di pinggir lapangan voli orang merokok,
menyandang raket badminton orang merokok,
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,
panitia pertandingan balap mobil,
pertandingan bulutangkis,
turnamen sepakbola
mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok,

Di kamar kecil 12 meter kubik,
sambil ‘ek-’ek orang goblok merokok,
di dalam lift gedung 15 tingkat
dengan tak acuh orang goblok merokok,
di ruang sidang ber-AC penuh,
dengan cueknya,
pakai dasi,
orang-orang goblok merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im
sangat ramah bagi orang perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup
bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh,
duduk sejumlah ulama terhormat merujuk
kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.
Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
tapi ahli hisap rokok.
Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka
terselip berhala-berhala kecil,
sembilan senti panjangnya,
putih warnanya,
ke mana-mana dibawa dengan setia,
satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang,
tampak kebanyakan mereka
memegang rokok dengan tangan kanan,
cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda
yang terbanyak kelompok ashabul yamiin
dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.
Mamnu’ut tadkhiin, ya ustadz.
Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i.
Kalau tak tahan,
Di luar itu sajalah merokok.
Laa taqtuluu anfusakum.

Min fadhlik, ya ustadz.
Rokok hukumnya haram!

Rokok hukumnya haram!

25 penyakit ada dalam khamr.
Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi).
Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok.
Patutnya rokok diapakan?

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz.
Wa yuharrimu ‘alayhimul khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang,
karena pada zaman Rasulullah dahulu,
sudah ada alkohol,
sudah ada babi,
tapi belum ada rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok,
Lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan,
jangan,

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu,
yaitu ujung rokok mereka.
Kini mereka berfikir.
Biarkan mereka berfikir.
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap,
dan ada yang mulai terbatuk-batuk,

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini,
sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok.
Korban penyakit rokok
lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas,
lebih gawat ketimbang bencana banjir,
gempa bumi dan longsor,
cuma setingkat di bawah korban narkoba,

Pada saat sajak ini dibacakan,
berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita,
jutaan jumlahnya,
bersembunyi di dalam kantong baju dan celana,
dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna,
diiklankan dengan indah dan cerdasnya,

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri,
tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini,
karena orang akan khusyuk dan fana
dalam nikmat lewat upacara menyalakan api
dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,

Rabbana,
beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini


»»  Baca Selengkapnya...

Senin, 24 September 2012

Ironi ...

Nak
by : Iwan Fals



Jauh jalan yang harus kau tempuh


Mungkin samar bahkan mungkin gelap


Tajam kerikil setiap saat menunggu


Engkau lewat dengan kaki yang tak bersepatu



Duduk sini Nak dekat pada bapak


Jangan kau ganggu ibumu


Turunlah lekas dari pangkuannya



Engkau lelaki kelak sendiri



Nak dengarlah bicara bapakmu


Yang kenyang akan hidup terang dan redup


Letakkan dahulu mainan itu


Duduk dekat bapak sabar mendengar


Kau anak harapanku yang lahir di jaman gersang


Segala sesuatu hanya ada karena uang


Ya … ya … ya … ya …


Kau anak dambaanku yang besar di kancah perang


Kau harus kuat yakin pasti menang


Sekolah biasa saja jangan pintar-pintar percuma


Latihlah bibirmu agar pandai berkicau


Sebab mereka sangat perlu kicau yang merdu


Sekolah buatmu hanya perlu untuk titel


Pedulu titel didapat atau titel mu’jizat


Ya … ya … ya … ya …


Sekolah buatmu hanya perlu untuk gengsi


Agar mudah bergaul tentu banyak relasi


Jadi penjilat yang paling tepat


Karirmu cepat uang tentu dapat


Jadilah Dorna jangan jadi Bima


Sebab seorang Dorna punya lidah sejuta


O . . . . o . . . . o . . . . . o . . . .


Hidup sudah susah jangan dibikin susah


Cari saja senang walau banyak hutang


Munafik sedikit jangan terlalu jujur


Sebab orang jujur hanya ada di komik


Pilihlah jalan yang mulus tak banyak batu


Sebab batu-batu bikin jalanmu terhambat


Ya … ya … ya … ya …


Pilihlah jalan yang bagus tak ada paku


Sebab paku itu sakit apalagi yang berkarat



Jadilah kancil jangan buaya


Sebab seekor kancil sadar akan bahaya


Jadilah bandit berkedok jagoan


Agar semua sangka engkau seorang pahlawan


Jadilah bunglon jangan sapi


Sebab seekor bunglon pandai baca situasi


Jadilah karet jangan besi


Sebab yang namanya karet tahan kondisi


Anakku aku nyanyikan lagu


Waktu ayah tak tahan lagi menahan murka





»»  Baca Selengkapnya...

Cermin Pendidikan Indonesia

Pendidikan sebagai Pangkal Masalah Bangsa? Tak kunjung usainya berbagai masalah moralitas di Indonesia sejatinya berpangkal pada pendidikan. Faktor kesadaran berkendara penyebab kecelakaan saat mudik lebaran 2012 misalnya. Tidak adanya kesadaran pengendara jalan yang mematuhi peraturan lalu lintas menjadi penyebab utama. Adanya kesadaran untuk berkendara dengan baik mestinya menjadi hal yang ditanamkan pendidikan. Asumsinya, seseorang yang terdidik mestinya tidak akan melanggar peraturan lalu lintas. Lalu, apa hasil pendidikan selama ini? Pendidikan sekarang telah menjadi bagian dari masalah yang begitu runyam. Pendidikan yang seharusnya menjadi solusi untuk permasalahan bangsa, justru turut andil menambah rentetan masalah bangsa ini. Bagaimana tidak? Perhatikan saja anak didik sekolah sekarang. Pernahkah Anda mendengar mereka berkata kotor atau tindakan tak wajar seperti bullying sampai tindak aniaya lainnnya? [1] Dimana mereka belajar berkata-kata seperti itu? Atau, perilaku curang, tidak jujur, mencontek, dimana mereka mendapatkannya? Sebagian besar jawabannya adalah sekolah!
Sekolah telah menjadi sebuah institusi pendidikan yang bias arahnya. Di samping insfrasruktur yang tak layak pakai[2], sekolah juga tidak mendapat cukup pengajar. Inftrastruktur yang tak layak pakai disebabkan biaya pendidikan yang tinggi. Sedangkan ketidakcukupan ini sejatinya bukan karena jumlah pengajar yang kurang, melainkan distribusi yang tidak merata di daerah-daerah[3]. Itupun jika kualitas pendidiknya bagus, jika tidak? Di samping itu, masalah pendidikan menjadi semakin runyam dengan integritas pelaku pendidik yang tidak kuat. Budaya nitip anak masih terjadi. Kejadian nonpresedural sehingga seorang peserta didik yang tidak memenuhi syarat bisa masuk lazim terjadi. Jika dirunut, ini semua berpangkal pada keterdidikan yang tidak benar namun membudaya. Sehingga, jangan heran bila sejak dini siswa sudah terbiasa mencontek. Bisa jadi itu adalah karma. Pendidikan Adalah Sarana Penumbuh Bukan Pembunuh Potensi Pendidikan formal yang sampai sekarang ada terbukti belum mampu memberikan pencerahan pada bangsa ini. Amanat UUD 1945 untuk kecerdasan bangsa belum tercapai. Alih-alih tercapai mendekat saja belum pasti. Mundur? Mungkin. Kemajuan pendidikan formal yang dinilai dengan terbentuknya Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) belum mampu menunjukkan hasilnya. Jangankan hasil, yang terjadi malah pemaksaan sistem. Sistem belum lengkap, guru belum siap, masyarakat juga masih sanksi. Opini yang beredar sekarang justru sebutan SBI sebagai Sekolah Bertarif Internasional dikarenakan mahalnya biaya. Hikmah yang bisa kita ambil dari pelajaran di atas bahwa kemajuan tidak selalu dinilai dengan standar internasional ansich, namun harus dinilai secara menyeluruh. Kemajuan harusnya dinilai bukan dari besar bangunan dan titel mentereng institusi, melainkan dinilai dari hasil peserta didik. Peserta didik yang berhasil adalah mereka yang benar-benar mampu mengembangkan potensinya secara optimal sehingga produktif. Produktif di sini memiliki makna mampu menghasilkan sesuatu untuk kehidupan baik untuk diri sendiri, terlebih untuk orang lain. Sehingga keberhasilan hakiki dari seorang peseta didik adalah pada kebermanfaatan dirinya untuk orang lain. Sayangnya pendidikan saat ini tidak mengarah pada pengembangan potensi. Pendidikan cenderung menyunat potensi peserta didik. Bagaimana tidak? Coba perhatikan pelajaran yang didapatkan mulai dari SD sebagai basis penanaman ilmu. Ada mata ajar primer yang biasanya menjadi momok bagi peserta didik seperti Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Peserta didik yang menguasai pelajar tersebut cenderung dianggap pintar, sedangkan yang lain tidak. Begitu pula di SMP ketika IPA dibagi menjadi Fisika, Kimia, dan Biologi. Mereka yang ngelontok pada mata ajar tersebut cenderung dianggap lebih cerdas dibandingkan dengan mereka yang sukses di mata ajar Sejarah, Ekonomi, atau Geografi. Saat SMA pun begitu. Ketika penjurusan di tingkat kedua, jurusan IPA relatif lebih populer. Namun, apakah kecenderungan tersebut menjamin keberhasilan peserta didik ke depannya? Sama sekali tidak! Masalah utama dari ketidakberhasilan tersebut karena pendikotomian dan pengerdilan potensi peserta didik. Bicara masalah potensi, semua manusia dilahirkan dengan potensi yang relatif sama. Selama masa pertumbuhan, kecenderungan potensial tiap manusia pasti ada. Dan potensi manusia sejatinya tidak terhingga dan beragam jenis. Pandai menyanyi, berbicara cepat, aktif bergerak, gemar menggambar, berpikir analitis, itu semua adalah potensi. Mata ajar yang kurang popular di sekolah pun sejatinya adalah sarana pengembangan potensi. Pengotakan pada mata ajar tertentu hanya akan menjemukan peserta didik dan mematikan potensi mereka. Potensi harus ditumbuhkan. Penumbuhan potensi harus didukung dengan pemeliharaan karakter dasar. Dan lingkungan begitu besar berperan dalam hal ini. Seorang peserta didik akan merasa nyaman ketika lingkungan sekitar mendukung perkembangan potensi dirinya. Dia bebas melakukan apa pun yang dia suka. Tinggal diarahkan bagaimana kesukaan itu menjadi hal yang produktif. Sehingga kebutuhan untuk menyediakan lingkungan yang mendukung begitu besar. Dan sekolah harus menjawabnya. Ketika sekolah dituntut menjadi sarana pengembangan potensi tidak mampu menjawabnya maka dibutuhkan alternatif sarana pendidikan lain yang bisa menjawabnya. Sumber : [1] http://storify.com/ferdikom98/bullying-fisik-kriminil-di-don-bosco-pondok-indah [2] http://www.lensaindonesia.com/2011/08/20/dua-ribu-sekolah-di-bojonegoro-tak-layak-pakai.html [3] http://regional.kompas.com/read/2011/11/24/11254514/Jumlah.Guru.Cukup.Distribusinya.Payah.
»»  Baca Selengkapnya...

Jangan Mengeluh, Sahabatku ...

Hidup yang bernilai itu bukanlah hidup kaya, bukan hidup untuk dihormati, juga bukan hidup yang lama, tapi sebuah hidup untuk menjadi "Orang yang bernilai" dan hidup yang membuat orang lain jadi "bernilai" juga
»»  Baca Selengkapnya...

Sabtu, 22 September 2012

Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia adalah bahasa kerja (working language).
Dari sudut pandang linguistika, bahasa Indonesia adalah suatu varian bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau dari abad ke-19, namun mengalami perkembangan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja dan proses pembakuan di awal abad ke-20. Hingga saat ini, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing. Meskipun saat ini dipahami oleh lebih dari 90% warga Indonesia, bahasa Indonesia tidak menduduki posisi sebagai bahasa ibu bagi mayoritas penduduknya. Sebagian besar warga Indonesia berbahasa daerah sebagai bahasa ibu. Penutur bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Namun demikian, bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di surat kabar, media elektronika, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya sehingga dapatlah dikatakan bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia. Fonologi dan tata bahasa bahasa Indonesia dianggap relatif mudah. Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu. Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern. Kerajaan Sriwijaya (dari abad ke-7 Masehi) memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuno) sebagai bahasa kenegaraan. Hal ini diketahui dari empat prasasti berusia berdekatan yang ditemukan di Sumatera bagian selatan peninggalan kerajaan itu. Pada saat itu bahasa Melayu yang digunakan bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta. Sebagai penguasa perdagangan di kepulauan ini (Nusantara), para pedagangnya membuat orang-orang yang berniaga terpaksa menggunakan bahasa Melayu, walaupun secara kurang sempurna. Hal ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal, yang secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti. Penemuan prasasti berbahasa Melayu Kuno di Jawa Tengah (berangka tahun abad ke-9) dan di dekat Bogor (Prasasti Bogor) dari abad ke-10 menunjukkan adanya penyebaran penggunaan bahasa ini di Pulau Jawa. Keping Tembaga Laguna yang ditemukan di dekat Manila, Pulau Luzon, berangka tahun 900 Masehi juga menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya. Kajian linguistik terhadap sejumlah teks menunjukkan bahwa paling sedikit terdapat dua dialek bahasa Melayu Kuno yang digunakan pada masa yang berdekatan. Sayang sekali, bahasa Melayu Kuna tidak meninggalkan catatan dalam bentuk kesusasteraan meskipun laporan-laporan dari Tiongkok menyatakan bahwa Sriwijaya memiliki perguruan agama Buddha yang bermutu. Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bentuk resmi bahasa Melayu karena dipakai oleh Kesultanan Malaka, yang kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Alfred Russel Wallace menuliskan di Malay Archipelago bahwa "penghuni Malaka telah memiliki suatu bahasa tersendiri yang bersumber dari cara berbicara yang paling elegan dari negara-negara lain, sehingga bahasa orang Melayu adalah yang paling indah, tepat, dan dipuji di seluruh dunia Timur. Bahasa mereka adalah bahasa yang digunakan di seluruh Hindia Belanda." Selanjutnya, Jan Huyghen van Linschoten, di dalam buku Itinerario ("Perjalanan") karyanya, menuliskan bahwa "Malaka adalah tempat berkumpulnya nelayan dari berbagai negara. Mereka lalu membuat sebuah kota dan mengembangkan bahasa mereka sendiri, dengan mengambil kata-kata yang terbaik dari segala bahasa di sekitar mereka. Kota Malaka, karena posisinya yang menguntungkan, menjadi bandar yang utama di kawasan tenggara Asia, bahasanya yang disebut dengan Melayu menjadi bahasa yang paling sopan dan paling pas di antara bahasa-bahasa di Timur Jauh." Kongres Bahasa Indonesia pertama telah menetapkan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu Riau, begitu pula dengan negara serumpun lain seperti Malaysia mengakui bahwa bahasa Melayu standar adalah bahasa Melayu Riau-Johor.
»»  Baca Selengkapnya...

Belajar Bahasa Indonesia itu Menyenangkan

Sejak kita duduk di sekolah dasar, pastilah kita sudah mengenal pelajaran bahasa Indonesia. Bahasa yang menjadi bahasa nasional kita ini memang diwajibkan dipelajari sejak dari sekolah dasar dan terus menerus dipelajari pada tingkatan sekolah berikutnya. Pelajaran bahasa Indonesia tentu sudah tidak asing bagi kita. Di dalamnya dibahas segala macam seluk beluk bahasa Indonesia, mulai dari mengenal alfabet, kata, frase, kalimat, sampai kalimat yang rumit dan bermacam-macam. Bahasa Indonesia sebaiknya ditanamkan sejak dini. Hal tersebut dimulai dalam keluarga terlebih dahulu. Dengan memberikan pembelajaran, penanaman, pelatihan dan pembimbingan sejak anak masih kecil, diharapkan bahasa Indonesia menjadi bahasa yang dapat dijiwai oleh anak-anak sampai mereka dewasa kelak. Pelajaran Bahasa Indonesia di SD Di sekolah dasar, mata pelajaran ini telah diberikan oleh guru bidang studi yang bersangkutan. Bahkan, tidak jarang juga guru bidang studi lainnya memberikan pelajaran bahasa Indonesia. Di sekolah dasar yang merupakan pendidikan formal, mata pelajaran ini memiliki jumlah jam pelajaran sebanyak 6 jam pelajaran. Banyaknya jumlah jam mata pelajaran ini memang dimaksudkan agar siswa memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan memiliki kemampuan dalam menyampaikan pemikiran dengan baik pula. Dengan kata lain, mereka dapat melakukan komunikasi dengan baik. Mata pelajaran ini memang sangat penting diberikan ketika anak masih belajar di sekolah dasar. Hal tersebut dikarenakan mereka akan mendapatkan banyak pelajaran lain dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Pelajaran bahasa Indonesia sekolah menengah pertama atau SMP merupakan pelajaran lanjutan dan lebih kompleks yang diterima siswa. Selain itu, juga merupakan kelanjutan dari pelajaran bahasa Indonesia yang mereka terima di sekolah dasar. Pelajaran bahasa Indonesia di SMP memiliki peranan yang sangat vital karena siswa di SMP lebih banyak mendapatkan mata pelajaran lainnya yang ditunjang oleh bahasa Indonesia. Mata pelajaran ini tidak lepas dari buku teks pelajaran yang sesuai dengan kurikulum. Semua kelayakan isi dan penyajian sudah merupakan keharusan dalam sebuah buku pelajaran, termasuk mata pelajaran ini. Kurikulum mata pelajaran ini mencakup standar isi dan kompetensi dasar yang memiliki keakuratan dalam pemilihan materi, terutama keakuratan dalam wacana dan pemilihannya. Keakuratan dalam pemilihan wacana atau teks berdasarkan kenyataan sehari-hari yang biasa ditemui oleh siswa. Wacana yang disajikan juga sesuai dengan kehangatan isu atau kejadian yang sedang hangat dibicarakan (aktual). Selain itu, peserta didik dalam hal ini siswa juga harus diberikan pemahaman mengenai isu atau topik yang sedang hangat dibicarakan tersebut. Sumber isu tersebut juga sebaiknya dicantumkan agar kejelasannya lebih akurat. Secara teori, contoh yang diberikan dalam wacana atau teks harus sesuai dengan bidang keilmuannya sehingga tidak banyak menimbulkan banyak makna. Untuk siswa SMP, biasanya wacana yang diberikan sesuai dengan pengembangan kebhinekaan. Wawasan kebhinekaan tersebut dicerminkan oleh hal-hal seperti dalam keanekaragaman budaya dan agama. Contoh-contoh wacana yang diberikan dapat membuat siswa lebih menghargai keanekaragaman suku yang ada di Indonesia. Pelajaran bahasa Indonesia di SMP lebih kompleks dibandingkan dengan di SD. Adanya bermacam-macam wacana atau teks memang disesuaikan dengan tingkat belajar dan berterima oleh siswa SMP. Pelajaran Bahasa Indonesia di SMA Bahasa Indonesia di SMA hampir memiliki jenis keberagaman jenis wacana yang sama. Berbeda dengan pelajaran bahasa Indonesia di SD, di SMP dan SMP pelajaran ini jauh lebih tinggi dengan tingkat keberagaman wacana yang lebih tinggi. Wacana yang sering ada dalam mata pelajaran ini biasanya bertemakan nasionalisme yang tinggi, kebhinekaan dan bisa dalam bentuk puisi, lagu, bahkan drama. Selain lagu bertemakan patriotisme yang dapat dicantumkan dalam buku mata pelajaran ini, ada juga wacana yang bertemakan lingkungan atau dalam rangka menggagas tema go green. Wacana pada mata pelajaran ini memang lebih beragam dan memiliki banyak macam tema. Selain wacana, pelajaran bahasa Indonesia juga memiliki banyak sekali materi yang cukup signifikan bagi siswa SMA. Sesuai kurikulum, mata pelajaran ini diberikan agar tidak meleset dari tujuan yang sudah diatur dalam kurikulum. Kelayakan isi dan materi juga ditunjang dalam kurikulum pelajaran bahasa Indonesia SMA. Siswa SD, SMP, maupun SMA memperoleh materi yang sesuai dengan jenjang sekolah mereka. Mulai dari bahasa Indonesia paling sederhana dengan tujuan untuk komunikasi, sampai belajar bahasa Indonesia dengan tujuan melengkapi dan menaikkan level pembelajaran bahasa Indonesia sesuai dengan tingkat kelas masing-masing. Pelajaran bahasa Indonesia merupakan pelajaran yang biasanya disukai karena memiliki ragam materi yang lebih cenderung ke arah kegiatan komunikatif dan berkelompok. Bahasa Indonesia memiliki ciri khas yang tidak dapat dilepaskan juga dari kegiatan berkesenian, seperti bermain drama dan berpuisi. Itulah sebabnya mengapa mata pelajaran ini lebih banyak diminati oleh siswa yang memiliki jiwa berbahasa dan seni yang lumayan. Mereka menyukai kegiatan berbahasa, seperti melakoni drama dan seni lainnya. Mata pelajaran ini tidak hanya diberikan di sekolah. Pelajaran ini pun dapat diberikan di rumah dan diberikan oleh orangtua atau saudara siswa yang lebih besar. Tidak harus diberikan secara formal, namun dengan berdiskusi dan bercerita ketika membahas acara televisi pun dapat mengembangkan wawasan berbahasa yang baik. Melalui acara televisi yang edukatif, kegiatan berbahasa dapat dilakukan dengan baik dan lebih menyenangkan. Pelajaran apakah yang paling disukai? Apakah pelajaran bahasa Indonesia lebih menyenangkan? Pelajaran apapun tentunya akan menyenangkan jika kita mulai menyukai dan belajar sesuai dengan cara yang lebih fun dan tidak membosankan.Cara tersebut lebih menantang dibanding dengan hanya membaca dan mendengarkan. Berbahasa lebih dominan bercerita dan melakukan aktivitas yang melibatkan banyak orang, termasuk belajar berkelompok
»»  Baca Selengkapnya...